Iklan

Social Icons

Powered by Blogger.

TANAH ITU BERNAMA KAMPUNG BARU ASIH



Advertisements




Zainal Muttaqin Tak Kenal Maka Tak Sayang
Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2016 ini memang berbeda, dimana kelompok dan tempat KKN di tentukan oleh pihak PPM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagian mahasiswa yang akan KKN, termasuk saya, sudah mulai membuat kelompok sendiri jauh-jauh hari, sehingga harus rela melepaskan ‘kelompok’ KKN yang telah kami bentuk sebelumnya. Ada yang yowes manut saja dengan aturan ini namun ada juga yang terus berkoar- koar dan ingin aturan lama KKN diterapkan lagi. Saya sendiri nggak begitu mempersoalkan, dengan harapan perubahan memang membawa kearah yang lebih baik.
Saat kelompok KKN di umumkan, dan dilanjutkan dengan kumpul untuk pertama kalinya dengan kelopok KKN yang telah terbentuk di Auditorium Harun Nasution, saya melihat wajah-wajah baru dikehidupan saya bermunculan, sepintas langsung terpikir inilah nanti keluarga baru saya selama satu bulan. “Perkenalkan nama saya Zainal Muttaqin, panggil saja Aqin. Dari Fakultas Sains dan Teknologi Jurusan Teknik Informatika”, seperti teman-teman lainnya, saya juga memperkenalkan diri di kelompok ini. Total ada 11 orang dalam kelompok saya, kelompok KKN 238, 10 teman sekelompok saya yaitu Soivi, Bayu, Bagis, Irsyad, Aini, Dwi, Ulfah, Suci, Lia, Nova. Dan terpilihlah Irsyad sebagai ketua yang dengan sukarela menawarkan dirinya untuk mengemban amanah tersebut. Dalam  pertemuan singkat itu, saya tanpa sadar memperhatikan karakter-karakter kelompok saya, dimana pasti ada orang yang membuka obrolan, bicara seenaknya, sopan bertutur kata, malu saat perkenalan, dan diam penuh rahasia. Inilah keluarga baru saya nanti selama 30 hari.
Muncul, itulah nama kelurahan tempat saya bersama teman kelompok saya nanti mengabdi. Saat pertama kali terpampang tempat KKN kami adalah Muncul, saya bingung sambil tertawa. Bingung karena tak menyangka Muncul masuk salah satu tempat pengabdian KKN, karena selain dekat dengan kampus, Muncul juga masih masuk daerah yang sebenarnya dekat dengan pusat kota. Saya ketawa karena senang juga mendapat lokasi yang dekat, karena diuntungkan dengan beberapa kemudahan nantinya dalam pelaksanaan KKN, misalkan survei dan lain sebagainya.  Namun  semestinya  saya  mengharapkan  mendapatkan lokasi


KKN di daerah yang jauh dari kampus dan jauh dari perkotaan. Ya, saya menginginkan suasana seperti itu, karena dapat merasakan seakan-akan mengabdi di kampung halaman saya sendiri.
Setelah beberapa kali pertemuan, kelompok KKN 238 ini akhirnya punya nama, yaitu FAITH, yang merupakan singkatan dari Fun, Active, Innovative, Totality & Humanity. Nama atas usulan salah satu anggota kelompok kami, Ulfah. Dan setelah beberapa minggu berikutnya juga kami baru mengetahui nama dosen pembimbing kami nanti, yaitu Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si. Setelah itu kelompok kami mempersiapkan segala hal untuk pelakasanan KKN baik kewajiban kepada pihak kampus, seperti penyerahan proposal, maupun survei. Karena terbenturnya jadwal, akhirnya saya bisa mengikuti survei dua kali dari beberapa kali survei yang dilaksanakan.
Saat survei pertama yang saya ikuti, ada 6 orang waktu itu yang dapat mengikuti survei. Survei dilaksanakan tanggal 12 Mei 2016. Saat sampai di lokasi kami langsung mengunjungi kantor kelurahan Muncul, dan disambut dengan hangat oleh bapak lurah H. Ahmad HG, kami sekaligus memberikan surat izin secara resmi tentang akan diadakannya KKN di Kelurahan Muncul tersebut oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak lurah menjelaskan, karena nanti ada 3 kelompok dari UIN Jakarta yang melaksanakan pengabdian di kelurahan tersebut, maka beliau membagi di 3 RW berbeda yaitu kelompok 236 di RW 01, kelompok 237 di RW 02, dan kelompok 238 di RW 03. Sebenarnya ada 6 RW di kelurahan tersebut, namun 3 RW lainnya, RW 04, 05 dan 06 adalah perumahan, sehingga menurut beliau kurang tepat dijadikan tempat mengabdi.
Survei waktu itu kami manfaatkan dengan melihat kondisi  lokasi RW 03, dan langsung bertemu dengan bapak kepala RW 03, yaitu Bapak Rajat Iskandar. RW 03 Kelurahan Muncul adalah satu Kejaroan atau lebih dikenal dengan sebutan Dusun atau Kampung, yaitu Kampung Baru Asih. Awal mula agak asing bagi saya kenapa bapak kepala RW di panggin akrab oleh warga dengan sebutan Pak Jaro, dan masuk akal juga karena maksud dari Pak Jaro adalah Kepala Kejaroan atau Kepala Kampung. Setelah berbincang-bincang sebentar dengan Pak Jaro kami mencoba berkeliling beserta melihat keadaan sekitar. Sambil berjalan saya sembari memikirkan apa yang dapat saya sumbangkan nanti di sini. Kampung ini sudah tertata, bersih, dan masyarakatnya aktif. Survei pertama ini membuat saya bingung akan melakukan  apa  di  sini  nantinya,  karena Pak  Jaro  pun kebingungan


saat kami tanya masalah yang sering terjadi di kampung ini yang dapat mahasiswa bantu, beliau bingung dan mengatakan adem-adem saja. Saat kami tanya potensi beliau menuturkan sama saja kayak kampung-kampung yang lain. Mungkin karena ini baru survei pertama yang saya lakukan, jadi belum terlihat apa yang kurang dan perlu dibantu dari kampung ini, ataupun apa yang menjadi potensi dari kampung ini.
Survei kedua kali yang saya ikuti waktu itu bersama dosen pembimbing bersama 5 teman lainnya, tanggal 2 Juni 2016. Survei lebih fokus untuk melihat dan mencari dimana kami tinggal selama sebulan nanti. Kami tidak menemumkan rumah yang dapat kami tinggali nanti, solusi lainnya adalah mencari kos-kosan atau kontrakan. Dan memang lagi penuh semua waktu itu. Saat survei terakhir, namun saya tidak sempat ikut, akhirnya kami mendapatkan kontrakan rumah kamar petak, dengan kondisi sewajarnya. Kontrakan yang kami dapatkan, mungkin berbeda kondisi dengan tempat tinggal mahasiswa KKN lainnya. Kontrakan yang kita dapatkan antara kontrakan laki-laki dan perempuan cukup jauh jaraknya, namun memang begitulah kenyataannya.
Perkenalan dengan teman-teman, dosen pembimbing, dan kampung tempat kami mengabdi ini merupakan hal yang penting. Semua akan terasa canggung kalo kita masih belum mengenal satu sama lain. Warga juga akan canggung atau bahkan tidak peduli dengan kedatangan kami jikalau kita yang tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu.

30 Hari Bersama Keluarga Baru

30 hari berikutnya merupakan hari kami mengabdi secara resmi kami mengabdi ditandai dengan pelepasan di lapangan Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 25 Juli 2016 oleh Bapak Rektor Dede Rosyada. Setelah pelepasan kami pun bersiap diri berangkat ke Muncul, tempat kami KKN, dengan membawa peralatan yang akan kami pakai selama sebulan. Saya benar-benar ingin merasakan suasana baru ini, berkumpul dengan keluarga baru yaitu teman-teman KKN FAITH. Memang kami telah sering berkumpul sebelumnya pada saat rapat, namun ini akan menjadi hal beda karena nanti kami akan tinggal bersaa selama 30 hari, sehingga sifat asli dan kebiasaan seseorang akan terlihat.
Hari pertama datang, saya langsung mengecek kamar mandi yang memang sudah dikabarkan sebelumya kamar mandi kontrakan laki-laki tidak   ada  pintu.   Untungnya  masih   ada  pintu  kamar   petak   belakang,


sehingga masalah teratasi. Kemudian kami memikirkan masalah konsumsi kami nanti selama sebulan, dan ada beberapa pilihan, yaitu masak atau catering. Setelah dihitung ternyata pengeluaran untuk konsumsi lebih hemat dibanding dengan catering, tentunya dengan konsekuensi akan menambah kesibukan. Tak terbayang nantinya ternyata pilihan masak ini nanti akan menjadi beberapa masalah dalam kelompok.
Hari demi hari semakin berlalu saya semakin tahu kebiasaan teman- teman saya terutama laki-laki. Unik dan menarik, tiap hari ada yang main game dan banyak jajan, ada yang langsung mengaji setiap maghrib, makan dan tidur tepat waktu sekaligus mengigau tiap malam saat tidur, dan hanya satu ahli hisap alias perokok. Sangat berbeda saat bertemu ketika rapat, sifat asli mereka baru saya ketahui setelah beberapa hari di tempat mengabdi.
Saya sejatinya orang yang senang langsung ikut turun membantu ketika ada keperluan yang dibutuhkan terutama saat ada acara yang menjadi program kerja KKN kami. Dan agak malas berdiskusi untuk mempersiapkan atau evaluasi suatu hal karena sering tidak begitu membawa dampak. Namun di sini berkumpul dan evaluasi melupakan hal sangat perlu, kita tidak bisa langsung melimpahkan begitu saja tanggung jawab kepada seseorang karena mungkin yang bersangkutan tidak  sanggup. Berbeda saat berorganisasi selama di Jurusan masing-masing dimana kita telah mengenal kemampuan dan karakter masing-masing orang.
Setelah beberapa Minggu saya agak jenuh dengan sebagian sikap teman-teman saya, yang di hari-hari sebelumnya saya anggap wajar. Tidak semua memahami apa arti kekeluargaan, dan kebersamaan. Senang dirasakan bersama, susah pun demikian. Saya merasa perempuan memandang laki-laki mungkin termasuk saya bertindak sesuka hati dan tidak ada sedikitpun kepekaan untuk menawarkan bantuan. Pilihan konsumsi sebulan dengan memasak memang membuat beban perempuan semakin bertambah. Sebenarnya bisa diatasi dengan pembagian tugas seperti untuk yang memasak nasi dan mencuci adalah laki-laki dan perempuan belanja dan membuat lauk. Namun lokasi kontrakan antara laki-laki perempuan yang cukup jauh membuat semakin tidak efisien jika dibagi tugas. Setiap kali makan adalah hal yang menjadi beban bagi saya, karena setiap selesai makan saya merasa menambah repot tugas perempuan seperti meninggalkan bekas peralatan makan kotor. Di awal-awal minggu saat  saya menawarkan  mencuci setiap  selesai  makan,  namun perempuan


dengan sangat baik hati berkata tidak perlu dicuci karena memang banyak barang pribadi perempuan di dalam. Selain itu sikap sebagian teman laki- laki yang selalu ingin dilayani dan menyuruh ini itu membuat saya semakin tidak enak saat melihat ekspresi teman-teman perempuan. Mau makan menambah pikiran, tidak makan lapar. Hal itu juga yang membuat salah satu teman kelompok saya memilih jarang makan.
Cukup beratnya pekerjaan perempuan ditambah hampir tidak adanya rasa kepedulian dari laki-laki untuk sekedar menawarkan atau berbagi pekerjaan, sehingga membuat wanita mengungkapkan semua unek-unek  yang selama ini dipendam, dan terjadilah malam yang saya sebut sidang akbar. Di malam itu semua di ungkapkan, baik laki-laki maupun  perempuan dengan tujuan agar lebih terbuka dan saling mengerti satu sama lain. Peraturan KKN yang baru benar-benar berbeda, dalam KKN yang sebelumnya kita memilih anggota sendiri sehingga sedikit sudah mengetahui karakter teman sendiri, namun sekarang kami harus menyadari bahwa KKN sekarang berbeda, dan membuat kami seharusnya mencoba beradaptasi dan lebih saling mengerti dengan lingkungan baru ini.
KKN sejatinya adalah kuliah kerja nyata, mengabdi, bersosialisasi dan dibutuhkan kerja kita sesungguhnya bukan sekedar menjaga hubungan dengan orang-orang yang mempunyai kuasa. Bukan hanya ucapan  semangat saat merancang program kerja namun juga kebersamaan saat program itu dilaksanakan. Hal ini juga yang membuat unek-unek saya kadang terasa berat untuk di ungkapkan. Mungkin karena dulu di kampung saya berada merupakan lingkungan pesantren sehingga kami dahulu tak segan untuk saling mengingatkan dan bahkan menegur jika ada hal yang salah dan kurang berkenan. Namun sekarang adalah KKN, teman dari berbagai Jurusan, daerah, dan latar belakang. Saya terus mencoba memahami sikap satu sama lain.
Masalah-masalah yang terjadi adalah salah satu pendewasaan dalam kelompok ini. Saya tidak bisa memaksakan kehendak seseorang untuk selalu sama dengan yang saya harapkan, mungkin sedikit mengingatkan jika sudah agak kelewatan. Akhirnya saya mencoba memahaminya, teman- teman ini adalah teman yang saling melengkapi, sebagian ada yang senang bertemu dan mencari orang-orang penting karena mempunyai banyak jaringan namun dia kurang suka saat kegiatan yang melibatkan fisik, ada pula yang benar tidak suka saat sudah berhubungan dengan orang yang lebih atas karena tidak mempunyai jaringan ataupun pengalaman berbicara


namun sangat membantu dan aktif saat program dilaksanakan termasuk yang melibatkan fisik. Saya pun menyadari, banyak sekali kekurangan saya di kelompok ini.
KKN adalah pembelajaran secara langsung, bagaimana orang yang dahulunya jarang merasakan hidup di lingkungan dengan keadaan sosial yang erat sekarang terpaksa belajar untuk bermasyarakat dan menjaga sosialisasi serta silaturrahmi satu sama lain. Di dalam masyarakat lebih dibutuhkan kerja nyata dibanding omongan belaka. Itulah kenapa setidaknya bagi kita yang belum pernah merasakan bagaimana kita hidup bergotong-royong, meski tidak memberi dampak apa-apa setidaknya mencoba ikut belajar bergotong-royong dalam kegiatan apapun.


Menjadi Om di Rumah Baru

Kampung Baru Asih, adalah kampung yang berada di RW 03 Kelurahan Muncul, Setu, Tangerang Selatan. Kampung dimana warganya sangat kompak dan dipimpin oleh kepala RW yang berkharisma, Bapak Rajat Iskandar atau akrab dipanggil Pak Jaro. Di kampung ini aktif dilakukan kegiatan sosial maupun keagamaan. Warga yang sangat ramah dan menyambut kami dengan hangat. Kami pun semakin bersemangat mengabdi di sini. Kampung Baru Asih adalah kampung yang sebenarnya dari segi infrastruktur sudah bagus, semua bangunan sudah layak, jalanan mudah diakses dan sekolah pun ada.
Sesuai dengan program kerja kelompok, yaitu salah satunya mengajar SD, TPA, dan Bimbingan Belajar (Bimbel), dengan semangat saya menjalankannya. SDN 2 Muncul, adalah SD dimana kami mengabdi selama sebulan kedepan, hal ini mengingatkan saya saat masa sekolah dulu, namun sekarang sudah berbeda. Saat selesai mengajar, siswa-siswi SD ini mulai ingin mengakrabkan diri, dan muncul pertanyaan yang sering ditanyakan “Kak id line-nya apa?”, “Nama akun ig-nya apa kak?. Ternyata teknologi sudah begitu cepat masuk ke kampung ini.
Bimbel merupakan program kerja KKN kami yang sangat disukai anak-anak kampung ini. Hampir semua anak-anak SD dan sedikit dari SMP yang ada di Kampung Baru Asih mengikuti bimbel ini. Sedikit ilmu yang saya punya semoga bermanfaat bagi adik-adik yang semangat belajar dan saya bagikan lewat bimbel ini. Selain itu, mengaji adalah kegiatan harian yang rutin dilaksanakan di Kampung Baru Asih ini. Karena banyak nya tempat mengaji TPA, sehingga membuat kami harus membagi orang  untuk


mengajar ngaji di berbagai TPA, meskipun tidak dapat kami jangkau  semua. Saya mengajar ngaji di Madrasah Pak Djuhaeruddin, di madrasah ini anaknya sangat susah sekali diatur, apalagi jika beliau tidak hadir. Sistem yang ada mungkin menerapkan anak-anak yang penting mau mengaji dari pada tidak sama sekali. Sehingga membuat anak-anak mengaji seenaknya dan dengan bacaan minim tajwid. Sedikit berusaha saya mengajar dengan tajwid yang benar, namun ada pula anak yang tidak mau memperhatikan dan tetap membaca ala kadarnya.
Pak Djuhaeruddin adalah salah satu tokoh masyarakat Kampung  Baru Asih. Selain mengajar ngaji, beliau merupakan kepala sekolah SDN 2 Muncul, dan bisa disebut juga ulama’ Kampung Baru Asih. Banyak  pelajaran yang saya ambil dari beliau, kewibawaannya membuat anak-anak dan warga segan dan nurut dengan beliau. Keihklasannya untuk mengabdi, termasuk mengajar madrasah sore dan malam, tanpa imbalan apapun, semoga Allah membalas semua amal kebaikan beliau. Beliau juga  sedikitpun tidak pernah merasa mengeluh dengan keadaan tempat tinggalnya yang kalau dilihat kurang layak untuk kepala sekolah dan seorang tokoh masyarakat.
Semakin hari saya semakin nyaman di kampung ini. Anak-anak hampir setiap hari mengunjungi tempat kontrakan kami baik laki-laki maupun perempuan. Om, itulah sapaan akrab anak-anak sekitar tempat kami tinggal. Setiap hari saya mendengar panggilan ini. Anak-anak yang aktif dan lucu, dan juga orang tua mereka pun tidak membatasi untuk bermain-main bersama kami. Muka polos dengan santainya minta jajan, ingin main, menandakan mereka tidak menganggap kami orang asing lagi. Mungkin mereka benar-benar menganggap kami adalah om mereka.
Selain para tokoh masyarakat dan anak-anak, tentu ada pemuda di kampung ini. Dan baru di minggu kedua KKN saya mengenal pemuda di sini. Pemuda yang menurut Pak Jaro sempat sepi, dan akhirnya berkumpul kembali untuk mengaktifkan organisasi pemuda Kampung Baru Asih, yaitu Forum Bina Muda (FBM). Saya pertama kali bertemu mereka saat rapat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-71. Pemuda yang aktif dan berpengalaman karena semuanya adalah pemuda berpendidikan dan aktif organisasi di kampus maupun sekolah. Di sinilah saya mengenal banyak pemuda Kampung Baru Asih di antaranya Mas Bari, Jurnalistik Tangerang Online, dan Mas Mukhlis, ketua Taman Pelajar Pemuda Bersatu (TPPB). Mereka berdua sangat  senang  dengan kehadiran  KKN  kami dan    dengan


sukarela membantu jika kami memerlukan bantuan. Mas Mukhlis adalah pemuda yang dengan inisiatif dia sendiri, menjadikan kamar rumahnya sebagai secretariat TPPB. Tidak aktifnya Taman Baca yang ada di RW 03 karena tidak adanya perhatian dari kelurahan, membuat Mas Mukhlis mendirikan TPPB. “Banyak bakat dan keahlian anak kampung sini dan jika tidak dibina akan sia-sia, sehingga sedikit ilmu yang pemuda punya semoga bisa membimbing dan menyalurkan minat dan bakat anak”, begitulah kata Mas Mukhlis.
Dengan berjalannya waktu, sedikit demi sedikit program kerja yang kami rencanakan selesai satu persatu. Tidak terasa sampailah di hari penutupan, momen perpisahan yang membuat saya terkesan meskipun hanya satu bulan saya di sini. Dari perpisahan di SDN 2 Muncul, makan bersama warga dimalam harinya, dan penutupan di kelurahan adalah momen terakhir saya di sini. Kampung Baru Asih, kampung yang akan selalu saya ingat. Senyum bahagia anak-anaknya, kekompakan pemudanya, serta tauladan para orang tua sudah sangat jarang ditemui di banyak kampung di negeri ini. Semoga dilain waktu saya dapat mengunjungi kampung ini lagi.

Andaikan Aku Warga Kampung Baru Asih

Dengan latar belakang saya yaitu mahasiswa Jurusan Teknik Informatika dan alumni salah satu Pesantren di Demak, saya berharap bisa ikut memberikan dampak di kampung ini dengan membina anak-anak dan berkarya bersama pemuda di sini, terutama dalam hal agama dan teknologi. Perubahan sistem mengaji TPA yang ada, harus ditata sedikit demi sedikit agar lebih terstruktur. Selain itu membina anak agar memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dengan benar adalah merupakan suatu keharusan agar anak tidak ikut terpengaruhi budaya-budaya yang tak pantas.
Kampung yang wilayahnya dekat Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) dan juga kota maju, Serpong, sungguh harus dijaga agar tingkah laku serta ilmu yang warga kampung sini miliki terarah dan diterapkan dengan benar. Sehingga sesuai dengan semboyan kota Tangerang Selatan, Cerdas Modern Religius. Aiih, begitulah kata warga kampung ini.

Artikel Terkait



Advertisements


Title : TANAH ITU BERNAMA KAMPUNG BARU ASIH
Description : Zainal Muttaqin Tak Kenal Maka Tak Sayang Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2016 ini memang berbeda, dimana kelompok dan tempat KKN di t...

0 Response to "TANAH ITU BERNAMA KAMPUNG BARU ASIH"

Post a Comment