Advertisements
Dwi Rahma Putri Ageng
KKN Setengah
Hati
KKN, Kuliah Kerja Nyata. Ketiga suku kata tersebut
mulai tidak asing semenjak saya masuk
semester lima. Setiap kumpul bareng teman- teman pasti di antara kami selalu
saja ada yang menyebut tentang KKN. Sebagian dari kami malah sudah ada yang
mulai membuat kelompok dan mulai serius membuat konsep sembari mencari dana
dari berbagai sponsor. Sedangkan saya sama sekali belum ada persiapan. Setiap
saya mendengar ketiga suku kata tersebut yang terbayangkan dalam benak saya adalah saya tidak ingin ikut,
ada pilihan lainkah selain KKN?!. Banyak presepsi negatif yang muncul ketimbang
presepsi positif. Saya berasumsi bahwa KKN itu merepotkan, menyulitkan, dan
terutama membuat saya tidak bisa berjumpa dengan ibu saya.
Mulai memasuki akhir semester lima, saya mulai panik
dan sibuk bertanya sana sini untuk mengajak dan meminta tolong untuk dicarikan
teman kelompok KKN dari Fakultas lain. Karena saya pribadi tidak memiliki
banyak teman, hanya lingkup Jurusan dan sangat sedikit teman yang berbeda
Fakultasnya. Bahkan, saya dan kedua teman saya pernah mencoba untuk mengunjungi
kantor PPM. Saat itu kami berjumpa dengan Bapak Syarif, Beliau menuturkan bahwa
mekanisme pembentukan kelompok tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya dimana
yang menentukan adalah kewenangan PPM bukan dari mahasiswa. Setiap kelompok
akan terdiri dari 10 atau 11 orang dimana mereka semua berbeda Fakultas dan
belum saling mengenal. Mendengar hal tersebut jelas membuat saya semakin ciut
nyalinya dan semakin tidak ingin turut serta dalam KKN tahun ini.
Memasuki semester enam, pendaftaran KKN sudah dibuka
dan tepat pada bulan april PPM mengumumkan daftar kelompok KKN UIN Jakarta 2016
memalui website resmi PPM. Semua
teman-teman di sekitar saya fokus mengecek siapa saja nama-nama yang akan
menjadi teman satu kelompok, termasuk saya pun juga mulai sibuk. Pembentukkan
kelompok KKN diresmikan di Auditorium Harun Nasution, semua kelompok
dikumpulkan dalam satu ruangan. Di sanalah pertama kalinya saya berjumpa dengan
teman-teman KKN. Berjumpa mereka bukan membuat saya semangat, tapi malah semakin
membuat saya takut
dan semakin tidak
ingin ikut serta
dalam KKN tahun ini. Banyak hal buruk yang saya bayangkan, saya harus
terima berbeda kelompok dengan teman-teman sejurusan, saya takut tidak bisa
menyesuaikan diri, dan saya takut tidak kuat tidak bertemu orang rumah selama
satu bulan. Tapi pada akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka, saya memang
harus melewati KKN tahun ini walaupun dengan setengah hati.
Teman Seperjuangan
Saya berjumpa dengan teman-teman kelompok KKN FAITH 238 pertama kali saat Pembentukkan Kelompok
KKN yang di laksanakan oleh PPM UIN JAKARTA di Auditorium Harun Nasution di
bulan April lalu. KKN FAITH 238 merupakan Kelompok KKN yang ditempatkan di Kampung Baru Asih, Desa Muncul atau
sekarang lebih dikenal dengan Kelurahan Muncul, Tangerang Selatan, Banten.
Kepanjangan dari nama kelompok ini yaitu Fun,
Active, Inovative, Totality, dan Humanity.
Kelompok KKN FAITH 238 sendiri
terdiri dari tujuh Fakultas yang beranggotakan, yaitu Taufan Bayu A.W.
(Muamalat FSH), Nawfalsky Bagis (Komisi Penyiaran Islam FDK), Soivi (Akidah
Filsafat FUF), M. Irsyad H
(Perbankan Syariah FEB), Zainal Muttaqin (Teknik Informatika FST), Suci
Dwi Pertiwi (Manajemen Pendidikan FITK), Siti Amelia Putri (Bahasa
dan Sastra Arab FAH), Qurratul Ain’ Nurul
Ulfah (Jurnalistik FDK), Nova Siti Nurlaela (Tafsir Hadist FUF), Dwi
Rahma Putri A (Perbankan Syariah FEB), dan Qurratul Aini (Teknik
Informatika FST).
Selama satu bulan kurang lebih saya dan teman-teman
lain tinggal bersama dalam satu wilayah. Banyak hal yang saya telah dapatkan,
belajar tentang kebersamaan, kesabaran, bermasyarakat dan lain-lainnya. Saya
sendiri termasuk orang yang kaku, tidak mau keluar dari zona aman, tidak mudah
untuk bisa berkomunikasi dengan banyak orang, takut untuk menyampaikan
pendapat, dan lebih banyak ikut-ikutan orang lain.
Selama satu bulan semua aktivitas sehari-hari dan
kegiatan program kerja kita lakukan tidak sendiri tapi bersama-sama. Selama itu
pula, kami tidak memiliki jadwal piket bersih-bersih kontrakkan maupun jadwal
memasak. Semua dilakukan sesuai kemauan dan kesadaran sendiri. Seperti halnya
tugas memasak perempuan, di kelompok kami yang jago memasak yaitu Nova, Suci,
dan Aini, sedangkan Ulfah, Lia, dan Saya tugasnya hanya bantu-bantu. Hampir
setiap pagi saya menemani Emak (Nova) pergi
belanja untuk kebutuhan konsumsi kami semua, seperti sayur, lauk pauk,
dan bumbu dapur di Mbak Lela. Memilih sayur dan lauk pauk yang akan
dibeli juga berdasarkan apa saja yang disuka dan tidak disuka oleh kami semua.
Saya yang tidak bisa masak sama sekali, di sana saya sempat bantu- bantu
mengiris, atau membolak-balik lauk yang digoreng, sambil menggangu dengan
banyak bertanya apa saja bumbunya dan bagaimana cara memasaknya.
Ketika makan kebersamaan sangat terasa, tidak jarang,
kami perempuan harus menunggu salah satu dari kami selesai mandi baru bisa
makan bersama. Rasa lapar sudah di ujung, tapi mau gimana lagi tunggu full team, baru bisa makan dimulai. Kami
sering makan dengan menggunakan kertas nasi untuk tiga orang. Rasanya seru,
pertama kalinya saya makan setiap hari dengan rutinitas seperti itu. Tujuan
awalnya sih untuk menghemat agar lauk pauk yang ada mencukupi untuk kami semua.
Tapi nyatanya, makan bersama dalam satu wadah malah membuat saya semakin hilaf untuk nambah berkali-kali (cc : Dwi, Lia, Ulfah). Di kelompok ini
agak sedikit unik, perempuan jauh lebih banyak porsi makannya ketimbang para
laki-laki yang makannya dengan porsi normal, tidak nambah.
Di antara kami juga ada yang tidak bisa makan sayur,
tidak suka kecap, tidak bisa makan pedas, tidak bisa makan ikan laut (seafood), dan saya sendiri pun termasuk
yang paling aneh, saya tidak bisa makan nasi pulen. Saya sendiri sering curang dengan mengurangi takaran air di Rice Cooker agar nasinya ketika matang
menjadi pera dan keras. Teman-teman
pun tetap ikut makan walaupun nasinya keras. Karena ulah saya, mereka berusaha
untuk adil dengan memasak nasi dibagi menjadi dua, nasi pera untuk saya dan masak nasi yang lebih pulen untuk mereka semua. Begitu juga bagi yang tidak menyukai
kecap dan tidak bisa makan pedas, kami masak nasi goreng di bagi menjadi dua,
tanpa kecap dan pakai kecap. Dari sana saya belajar, bersikap adil bisa tetap
berjalan tanpa merugikan pihak manapun. Kadang ada juga kesempatan yang
menuntut saya untuk bersabar. Bersabar ketika apa yang saya ingin tidak bisa
terlaksana, juga ketika teman bilang tidak suka secara langsung tanpa melihat
kondisi saya atau orang lain.
Ketika waktu kosong seperti malam hari, biasanya kami
habiskan dengan menonton film bersama mulai genre
horor, romance, maupun keluarga
yang bisa membuat kami histeris, tertawa, maupun terharu. Selain nonton,
kami juga sering
main kartu uno bersama, atau bermain
bersama Azhar (salah satu anak tetangga yang tinggal di samping kontrakkan).
Menurut saya, permasalahan yang pernah kami alami
sejauh ini tidak ada yang terlalu serius. Hanya sekedar miscommunication yang kadang- kadang menyebabkan ada yang baper (bawa perasaan). Lebih banyak moment seru dan menyenangkan yang saya
rasakan sampai saat ini ketika mengingat ataupun membicara tentang mereka.
Kekhawatiran dan presepsi negatif (KKN
setengah hati) saya malah tidak terbukti. Setelah KKN, saya malah betah tinggal
di sana, rasanya malah tidak mau pulang, hehe... waktu satu bulan memang sangat
cepat berlalu. Saya tidak hanya belajar banyak dari meraka, tapi saya juga
menemukan teman, saudara, dan keluarga baru, squad KKN FAITH 238. Terima kasih untuk satu bulannya, semoga kita
tetap bisa terjaga silaturahminya, Aamiin
Mengenal dan Dikenal Banyak Orang
Desa Muncul dapat digambarkan dengan lingkungan yang
asri dan bersih. Keadaan lingkungan di Desa Muncul ini masih di dominasi oleh
rumah-rumah warga yang sebagian besar merupakan para pedatang. Walaupun sudah
banyak rumah, tetapi masih banyak pula tersedia space kosong untuk sebidang kebun sayur dan lahan empang milik
warga yang menandakan sumber mata pencaharian di sana. Budidaya ikan tawar
dapat saya temukan dengan mudah di sana, jika saya mencoba jalan sebentar dari
kontrakkan, saya sudah bisa melihat empang dimana-dimana. Bahkan ada salah satu
empang milik orang Jakarta yang sangat apik dan bagus di ujung RW 03. Sayangnya
akses untuk ke empang tersebut tersembunyi, kurang terlihat.
Masyarakat Kampung Baru Asih, Desa Muncul dapat saya
ungkapkan dengan satu kata, yaitu hangat. Bapak Rajat sebagai ketua RW 03 pun
sangat ramah kepada kami. Apalagi ketika salah satu teman saya bercerita
tentang survei. Ketika Bapak Ali turut serta (Ketua RT 8 di RW 03 Muncul)
membantu mencarikan tempat tinggal untuk kami selama satu bulan ke depan.
Sehingga kami bisa mendapatkan kontrakkan yang murah dan nyaman untuk
ditinggali selama satu bulan. Lalu suasana hangat dan kekeluargaan juga
dirasakan ketika baru tinggal di sana. Tetangga sekitar tempat tinggal
perempuan sangat baik, mereka suka mengingatkan kami bahwa tukang sayur datang,
menawarkan tempat sampah untuk digunakan bersama, kadang-kadang mereka juga meneriakkan hujun
turun atau jika
kami semua tidak ada yang mendengar, mereka yang mengangkatkan jemuran
baju milik kami. Ketika saya dan teman saya belanja sayuran hampir setiap pagi
banyak ibu-ibu yang menanyakan apa yang mau dimasak dan membantu kami memilih
bumbu apa saja yang harus dibeli. Begitu juga, yang saya dengar dari teman di
kontrakkan laki-laki bahwa mereka juga ditawarkan dan dipinjamkan kasur oleh tetangganya.
Bu Wiwin merupakan salah satu warga yang sering
membantu kami. Minggu pertama tinggal saja, beliau menawarkan kami untuk
memasak di dapurnya, serta meminjamkan beberapa peralatan masak untuk kami
gunakan. Bu Wiwin dan suaminya juga sempat mengajak kami lari pagi di Puspitek
dan meneraktir kami sarapan. Ketika kami ada kesulitan beliau juga dengan
terbuka mendengarkan dan membantu kami. Tidak hanya orang tua yang ramah
terhadap kami para pemuda di sana pun juga ramah.
Kekompakkan dan keseruan warga Kampung Baru Asih
semakin terlihat ketika acara HUT RI. Ketika pawai obor, semua warga mulai dari
anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, dan kakek-kakek turut serta berkumpul
dengan membawa obor. Saya pribadi baru pertama kali ikut serta dalam pawai
obor, rasanya seru. Kami semua berjalan cukup jauh mengelilingi beberapa
tempat, hingga akhirnya kembali lagi ke Kampung Baru Asih. Selama perjalan,
lagu nasional tidak henti-hentinya dinyanyikan oleh anak-anak. Atribut seperti ikat kepala Merah-Putih, bendera pun tidak
lupa mereka pakai, serta bendera Merah-Putih yang ukurannya cukup besar dan panjang juga dikibarkan
mengiringi kami selama pawai berlangsung. Selain pawai obor, keseruan juga dirasakan
ketika menonton pentas seni seluruh warga berkumpul duduk bersama dia atas
terpal atau tikar.
Kehangatan dan kekeluargaan juga saya rasakan ketika
mengajar di SDN Muncul 02. Bapak Kepala Sekolah dan guru-guru di sana juga
sangat terbuka menerima kami. Selama KKN saya dan teman-teman lebih sering
berinteraksi dengan anak-anak di sana. Anak-anak di sana pun sering bertanya “Kak, kakak ngajar di kelas kita aja!”, “kakak besok ngajar lagi kan?”,
“kakak sampai kapan di sininya?”.
Sebelumnya saya kira, saya akan mendapatkan respon negatif ketika saya yang
mengajar, tapi nyatanya mereka anak-anak yang mudah berbaur dan menyenangkan.
Tidak jarang ketika saya dan teman-teman lewat banyak
yang memanggil “Kak, kakak!”. Saya
merasa mendadak terkenal, karena ulah mereka,
hehe..melihat wajah anak-anak
yang senang dengan keberadaan
kami
membuat saya semakin betah lama-lama tinggal di sana. Saya pribadi sangat
senang ketika kumpul bareng anak-anak, banyak celotehan lucu dari mereka, seperti “Aiih, aih!”, “seh”, “ora, ora!”, “om, ooom!”, satu lagi pertanyaan dari anak usia dua tahun Azhar “ini kaki siapa?”, “ini hidung siapa?”,
aneh tapi lucu. Ada saja ulah mereka yang membuat saya meringis atau
geleng-geleng dibuatnya.
Bahkan ketika hari terakhir kami di sana waktunya kembali ke
Ciputat, banyak anak-anak yang datang ke kontrakkan menunggu kami sampai pergi.
Mereka bertanya “kapan kakak kesini lagi?”,
“kenapa kakak ga di sininya lama aja?”,
“sering-sering main kesini ya kak!” dan masih banyak ungkapan mereka yang
membuat saya sedih sekaligus terharu.
Terima kasih Kampung Baru Asih, Kelurahan Muncul.
Terima kasih sudah menerima saya dan teman-teman. Presepsi negatif saya
berubah. Satu bulan yang paling menyenangkan dalam hidup saya bisa menghabiskan
waktu di tempat baru, dengan kalian saudara dan keluarga baru saya. Banyak hal
yang saya dapatkan dari pengalaman ini. Semoga kalian selalu dalam keadaan
baik, juga untuk bocah-bacah yang
pernah saya temui, kalian sangat menyenangkan. Saya mendadak punya adik banyak,
hehe. Semoga kalian semua selalu sehat, semangat terus belajarnya, ngajinya, dan
selalu kompak. Semoga apa yang kalian impikan bisa terwujud suatu hari nanti.
Kumpul Bocah Muncul
Selama saya mengikuti kegiatan KKN di Desa Muncul
Khususnya di RW 03 tempat dimana kami tinggal jumlah anak-anak yang ada di sana
cukup banyak. Salah satu kegiatan rutin KKN FAITH lakukan ialah melaksanakan
Bimbingan Belajar. Melihat pertambahan jumlah anak-anak yang semakin hari
semakin banyak yang datang mengikuti Bimbel, membuka kesempatan dan pengalaman
bagi saya untuk mengetahui bagaimana cara mereka belajar serta apa saja yang
sudah mereka ketahui.
Matematika merupakan mata pelajaran yang paling banyak
anak- anak minta untuk di ajarkan. Sebagian dari mereka banyak yang sudah
mengusai materi pekerjaan rumah yang diberikan oleh sekolah. Tetapi sebagian yang
lain juga masih ada belum mengusai materi pekerjaan rumah tersebut. Bahkan saya
sempat membantu salah satu anak yang duduk di kelas tiga sekolah dasar. Saat
itu, anak tersebut meminta untuk dibantu mengerjakan materi perkalian dengan
bilangan ratusan dan puluhan. Ketika
saya meminta dia untuk mengalikan satu persatu secara urutan, dia
bingung harus mulai dari mana untuk mengalikannya. Ketika saya bertanya
empat kali tiga berapa hasilnya, ia menjawab hasilny tujuh. Saya kaget, lalu
saya coba meminta anak tersebut menuliskan empat tambah empat sampai tiga buah,
dia tidak menuliskan simbol tambah (+) tapi malah simbol kali (x), meletakkan
hasil perkalian pun dia masih bingung, serta dia juga masih bingung dengan
urutan angka-angka. Semakin saya memberikan contoh- contoh soal, semakin saya
tahu bahwa anak tersebut masih bingung membedakan simbol perhitungan seperti
pertambahan dengan perkalian, mengurutkan bilangan angka, cara perhitungan
tambah-tambahan dan perkalian.
Sama halnya ketika saya membantu salah satu anak
menyelesaikan perkerajaan rumah TIK (komputer).
Ketika itu materinya tentang Microsoft
Word dan Microsoft Excel. Ketika
saya bertanya seperti apa Microsoft Word dan
Microsoft Excel. Anak tersebut belum bisa menjelaskan dan
ternyata di sekolah pun guru hanya
memberikan teori belum prakteknya. Saya mencoba memperlihatkan Microsoft Word dan Microsoft Excel melalui laptop kami. Seperti dugaan saya anak tersebut pertama kalinya melihat Microsoft Word dan Microsoft Excel. Saya bingung dan sedikit miris dengan hal tersebut.
Teori sudah yang diberikan sudah cukup luas,
tetapi anak-anak belum tahu seperti apa bentuk aslinya.
Selain beberapa kejadian tersebut, ada lagi salah satu
anak yang duduk di kelas dua yang
belum bisa membaca dengan baik dan lancar. Padahal teman-temannya yang duduk
kelas yang sama sudah bisa membaca dengan lancar. Anak tersebut masih perlu
mengeja satu persatu suku katanya. Sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama
untuk dia membaca sebuah kalimat atau sepenggal cerita. Dalam hal membaca
juga saya rasakan ketika mencoba mengajak belajar
bahasa inggris bersama salah satu anak
yang duduk di kelas lima, percakapan
dasar seperti “what are you doing?”
masih kurang tepat pengucapannya dan belum tahu makna kata tersebut.
Sebagian remaja di Desa Muncul pun mayoritas setelah
tamat SMA, SMK, atau STM lebih banyak yang melanjutkan untuk bekerja, sedikit
dari mereka yang bisa lanjut ke perguruan tinggi. Bahkan sistem nikah muda pun
di sana masih ada, bagi remaja perempuan yang sudah lulus sekolah banyak yang
menikah dan berdiam di rumah.
Karena hal tersebut, saya ingin jika memiliki
kesempatan yang lebih banyak. Saya ingin menyediakan tempat atau wadah bagi
untuk anak-anak di sana untuk kumpul bersama tidak hanya bermain tetapi juga
bisa membantu mereka dalam belajar. Memang hanya sedikit anak-anak di sana yang
kemampuannya masih kurang. Tapi jika diabaikan sangat memungkinkan akan menjadi
penghambat mereka ke depannya. Selain belajar, bisa juga mengajak anak-anak
untuk melatih berdiskusi dan kerjasama agar anak-anak bisa lebih percaya diri
dan mampu menyesuaian dirinya dengan teman-teman lainnya. Selain kegiatan
tersebut, masih banyak bisa dilakukan unuk memotivasi anak-anak agar mau
mengejar cita-citanya, setidaknya memutuskan sistem yang ada. Setidaknya,
meningkatkan jumlah anak-anak yang melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi
negeri dan meningkatkan kemampuan bakat yang mungkin saja belum terasah selama
ini.
Artikel Terkait
Advertisements
Title : TINGGAL DI KAMPUNG ORANG
Description : Dwi Rahma Putri Ageng KKN Setengah Hati KKN, Kuliah Kerja Nyata. Ketiga suku kata tersebut mulai tidak asing semenjak saya masuk s...
Description : Dwi Rahma Putri Ageng KKN Setengah Hati KKN, Kuliah Kerja Nyata. Ketiga suku kata tersebut mulai tidak asing semenjak saya masuk s...
0 Response to "TINGGAL DI KAMPUNG ORANG"
Post a Comment